Kamis, 03 Juni 2010

Berapa banyak anak yang mengalami gangguan komunikasi?

Berapa banyak anak yang mengalami gangguan komunikasi?

Di Amerika Serikat, perkiraan keseluruhan terjadinya gangguan komunikasi adalah sekitar 5% anak usia sekolah, yang meliputi gangguan suara sebanyak 3% dan gagap 1%. Insidens anak usia sekolah dasar yang mengalami gangguan artikulasi adalah sekitar 2-3% walaupun persentasinya menurun dengan bertambah maturnya usia anak. Perkiraan terjadinya gangguan pendengaran juga bervariasi, namun berkisar 5% dari usia anak sekolah. Penelitian hal serupa di Indonesia belum ada.
Karakteristik

Kemampuan komunikasi seorang anak dianggap terlambat jika kemampuan bicara dan atau bahasa anak tersebut jauh di bawah kemampuan bicara / bahasa anak seusianya. Kadang seorang anak memiliki kemampuan berbahasa reseptif (mampu memahami apa yang disampaikan lawan bicara) yang jauh lebih baik dibanding kemampuan berbahasa ekspresifnya, namun kondisi ini tidak selamanya terjadi.



Anak dengan masalah pendengaran bisa terlihat sulit memahami dan memberi jawaban jika pertanyaan yang diajukan padanya tidak dilakukan berkali-kali. Selain itu anak juga menunjukkan kemampuan bicara yang tidak akurat, misalnya „kehilangan“ suku kata awal atau suku kata akhir. Atau, anak tersebut menunjukkan seperti „ tidak nyambung „ saat dilakukan diskusi interaktif.

Selain hal-hal tersebut diatas, anak yang terbiasa berbahasa menggunakan dialek tertentu, dapat mengalami kesulitan bicara dan bahasa menggunakan dialek lain atau bahasa yang lain tentunya.

Gangguan Bicara, Berbahasa, dan Berkomunikasi

Gangguan Bicara, Berbahasa, dan Berkomunikasi





children_reading.jpgYang termasuk gangguan komunikasi adalah berbagai masalah dalam berbahasa, berbicara dan mendengar. Gangguan bicara dan bahasa terdiri dari masalah artikulasi, masalah suara, masalah kelancaran berbicara (gagap), aphasia (kesulitan dalam menggunakan kata-kata, biasanya akibat cedera otak), dan keterlambatan dalam bicara dan atau bahasa. Keterlambatan bicara dan bahasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor lingkungan atau hilangnya pendengaran.





Gangguan bicara dan bahasa juga berhubungan erat dengan area lain yang mendukungnya seperti fungsi otot mulut (oral motor) dan fungsi pendengaran. Keterlambatan dan gangguan bisa mulai dari bentuk yang sederhana seperti bunyi suara yang “tidak normal” (sengau, serak) , sampai dengan ketidak mampuan untuk mengerti atau menggunakan bahasa, atau ketidak mampuan mekanisme oral-motor dalam fungsinya untuk bicara atau makan.



Gangguan pendengaran terdiri dari gangguan dengar parsial (sebagian) dan gangguan dengar total atau tuli. Ketulian didefinisikan sebagai kehilangan pendengaran yang bermakna yang mengakibatkan komunikasi menjadi sulit atau tidak dapat dilakukan tanpa bantuan amplifikasi alat Bantu dengar. Terdapat 4 tipe gangguan pendengaran. Tipe pertama adalah gangguan dengar konduktif, yaitu terganggunya pendengaran akibat adanya penyakit atau sumbatan di telinga bagian luar atau tengah, dan biasanya dapat diatasi dengan alat Bantu dengar. Tipe kedua adalah gangguan dengan sensorineural yaitu terganggunya pendengaran akibat kerusakan pada sel sel rambut sensoris yang terdapat pada telinga dalam atau pada pembuluh saraf yang mempersarafinya. Tipe ketiga adalah gangguan pendengaran gabungan antara gangguan pendengaran konduktif dan sensorineural. Sedangkan gangguan pendengaran sentral dimaksudkan pada gangguan pendengaran akibat dari cedera atau rusaknya saraf-saraf otak.



Banyak gangguan komunikasi terjadi sebagai akibat dari kondisi lain seperti gangguan belajar (learning disability), palsi serebral (cerebral palsy), keterbelakangan mental (mental retardation), celah bibir, atau celah langit-langit mulut.

gangguan komunikasi

Gangguan Komunikasi (Communication Disorders) adalah sekumpulan gangguan psikologis yang ditandai dengan kesulitan- kesulitan dalam pemahaman atau penggunaan bahasa. Kategori- kategori dari gangguan komunikasi adalah gangguan bahasa ekspresif, gangguan bahasa campuran reseptif- ekspresif, gangguan fonologis dan gagap. Masing- masing gangguan ini mempengaruhi fungsi akademik, atau pekerjaan, atau kemampuan untuk berkomunikasi secara sosial.

Penanganan pada gangguan komunikasi umumnya dilakukan melalui terapi bicara dan koseling psikologis untuk kecemasan social dan masalah- masalah emosional lainnya.








Gangguan fonologik melibatkan kesulitan dalam artikulasi suara dalam berbicara tanpa adanya kerusakan pada meknisme bicara atau hendaya neurologis. Anak- anak dengan gangguan ini mungkin menghilangkan, mengganti, atau salah mengucapkan bunyi- bunyi tertentu terutama bunyi eh, f, l, r, sh, dan th, yang biasanya dapat diucapkan secara tepat saat anak memasuki usia sekolah. Mereka mungkin terdengar seperti bayi berbicara. Pada kasus yang lebih berat, terjadi mengartikulasi suara- suara yang seharusnya sudah dikuasai pada masa prasekolah: b, m, s, d, n, dan h. terapi bicara sering kali membantu, dan pada kasus- kasus yang lebih ringan dapat teratasi dengan sendirinya pada usia 8 tahun.

Gangguan bahasa reseptif- ekspresif mengacu pada anak- anak yang memiliki kesulitan baik dalam memahami maupun memproduksi bahasa verbal. Mungkin saja terdapat kesulitan dalam memahami kata- kata atau kalimat- kalimat. Dalam beberapa kasus, anak memiliki kesulitan memahami tipe- tipe kata atau kalimat tertentu (seperti kata- kata yang mengekspresikan perbedaan kuantitas; large, big, atau huge), istilah- istilah spasial (sperti dekat atau jauh), atau tipe- tipe kaliamat (seperti kalimat yang dimulai dengan kata unlike). Kasus- kasus lain ditandai oleh kesulitan memahami kata- kata dan kalimat- kalimat sederhana.

Phobia Sekolah

Phobia Sekolah Pada Anak


Istilah "phobia" berasal dari kata "phobi" yang artinya ketakutan atau kecemasan yang sifatnya tidak rasional; yang dirasakan dan dialami oleh sesorang. Phobia merupakan suatu gangguan yang ditandai oleh ketakutan yang menetap dan tidak rasional terhadap suatu obyek atau situasi tertentu.

Phobia dapat dikelompokan secara garis besar dalam tiga bagian, yaitu :

1. Phobia sederhana atau spesifik (Phobia terhadap suatu obyek/keadaan tertentu) seperti pada binatang, tempat tertutup, ketinggian, dan lain lain.

2. Phobia sosial (Phobia terhadap pemaparan situasi sosial) seperti takut jadi pusat perhatian, orang seperti ini senang menghindari tempat-tempat ramai.

3. Phobia kompleks (Phobia terhadap tempat atau situasi ramai dan terbuka misalnya di kendaraan umum/mall) orang seperti ini bisa saja takut keluar rumah.

Perlu kita ketahui bahwa phobia sering disebabkan oleh faktor keturunan, lingkungan dan budaya. Perubahan-perubahan yang terjadi diberbagai bidang sering tidak seiring dengan laju perubahan yang terjadi di masyarakat, seperti dinamika dan mobilisasi sosial yang sangat cepat naiknya, antara lain pengaruh pembangunan dalam segala bidang dan pengaruh modernisasi, globalisasi, serta kemajuan dalam era informasi. Dalam kenyataannya perubahan-perubahan yang terjadi ini masih terlalu sedikit menjamah anak-anak sampai remaja. Seharusnya kualitas perubahan anak-anak melalui proses bertumbuh dan berkembangnya harus diperhatikan sejak dini khususnya ketika masih dalam periode pembentukan (formative period) tipe kepribadian dasar (basic personality type). Ini untuk memperoleh generasi penerus yang berkualitas.

Berbagai ciri kepribadian/karakterologis perlu mendapat perhatian khusus bagaimana lingkungan hidup memungkinkan terjadinya proses pertumbuhan yang baik dan bagaimana lingkungan hidup dengan sumber rangsangannya memberikan yang terbaik bagi perkembangan anak, khususnya dalam keluarga.

Berbagai hal yang berhubungan dengan tugas, kewajiban, peranan orang tua, meliputi tokoh ibu dan ayah terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, masih sering kabur, samar-samar. Sampai saat ini masih belum jelas mengenai ciri khusus pola asuh (rearing practice) yang ideal bagi anak. Seperti umur berapa seorang anak sebaiknya mulai diajarkan membaca, menulis, sesuai dengan kematangan secara umum dan tidak memaksakan. Tujuan mendidik, menumbuhkan dan memperkembangkan anak adalah agar ketika dewasa dapat menunjukan adanya gambaran dan kualitas kepribadian yang matang (mature, wel-integrated) dan produktif baik bagi dirinya, keluarga maupun seluruh masyarakat. Peranan dan tanggung jawab orang tua terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak adalah teramat penting.

Lingkungan hidup meliputi rumah, sekolah dan lingkungan sosial, baik secara langsung maupun tak langsung mempengaruhi anak. Lingkungan merupakan sumber stimulasi yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak. Kita semua memahami bahwa sejak seorang anak dilahirkan, sejak saat itu ia peka terhadap berbagai rangsangan dari lingkungan hidupnya, baik dalam arti sempit dalam keluarga, maupun dalam arti luas dengan lingkungan alamnya, akan berpengaruh terhadap kehidupan psikis.

Pada kenyataannya, seringkali dalam keluarga dan lingkungan sekolah, yang seharusnya mendidik dan memberikan pengaruh yang baik pada anak malah sebaliknya terjadi tindak kekerasan pada anak (child abuse) baik fisik maupun psikis yang dilakukan orang orangtua di keluarga atau guru di sekolah. Ini menjadi ancaman serius bagi anak-anak. Kondisi tersebut harus segera diakhiri, sebab perlakuan kasar pada anak berakibat anak juga akan bersikap kasar saat dewasa dan tidak bisa memecahkan persoalan lewat dialog.

Saat ini memang belum ada studi khusus mengenai kekerasan pada anak di sekolah dan rumah tangga. Diperkirakan 50-60% orangtua melakukan child abuse dalam berbagai bentuk. Bentuk child abuse yang sering diterima anak, seperti dijewer, dipukul (deraan fisik) karena anaknya yang dinilai tidak berprestasi di sekolah, kata-kata kasar (bodoh, malas, kamu besok tidak bisa menjadi apa-apa) dan lain-lain. Ini sangat memprihatinkan.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pola pendidikan prasekolah bagi anak. Ini sangat penting, karena pendidikan prasekolah merupakan ajang stimulasi sosial dan mental pada usia dini lewat bermain dan berkawan. Namun, yang terjadi di hampir semua tempat, anak-anak dijadikan robot-robot kecil yang harus menuruti kata pendidiknya atau guru.

Pendidikan prasekolah (play group dan taman kanak-kanak) sering keliru memberikan kurikulum yang sesuai dengan usia anak. Pada umumnya lebih banyak memberi pelajaran membaca, menulis dan berhitung yang membuat anak-anak yang dipaksa belajar terlalu dini yang nanti berakibat anak menjadi school phobia.

Pakar psikologi yang juga Ketua Komisi Perlindungan Anak Dr. Seto Mulyadi, Spi, Msi atau dikenal Kak Seto mengatakan, kurikulum pelajaran yang dikembangkan di Indonesia sering tidak berpihak kepada perkembangan perilaku kecerdasan anak. Kurikulum terlalu padat dan cenderung dijejalkan kepada anak yang seharusnya bisa dirangsang kreatifitasnya sesuai potensi unggul yang dimilikinya. Perlu dipahami anak memiliki batas-batas perkembangan kecerdasan, sehingga kalau dipaksakan menerima suatu pelajaran yang tidak sesuai kreatifitasnya, maka bisa menimbulkan dampak buruk bagi si anak. Akibatnya anak bisa stress dan tidak bahagia.

Dunia anak adalah dunia bermain yang sangat indah baginya, oleh karena itu, dalam proses mendidik anak itu juga harus dilakukan secara bermain dengan santai dan akrab. Jangan mendidik anak-anak secara formal sebab itu bisa bertentangan perkembangan perilaku kecerdasan anak. Pada dasarnya semua anak itu adalah cerdas. Jika anak tidak pandai matematika tidak bisa dikatakan bodoh, tetapi ia cerdas di bidang lain seperti bermain musik karena memang potensi unggulnya di bidang itu. Dan ini bisa kita lihat mereka yang sukses itu adalah orang-orang yang cerdas di bidangnya masing-masing. Jadi sebenarnya anak itu bukan tidak cerdas, tetapi karena sistem pendidikan yang keliru kemudian berakibat pada school phobia pada anak-anak.

Jenis-jenis phobia yang lainnya diantaranya :
1. Ablutophobia = takut mandi
2. Anthrophobia = takut dengan bunga
3. Arithmophobia = takut melihat angka
4. Bibliophobia = takut membaca buku
5. Bromidrosiphobia = pusing mencium bau badan
6. Caligynephobia = tidak pede bertemu wanita cantik
7. Catoptrophobia = takut melihat bayangan di cermin
8. Chrometophobia = takut punya uang
9. Chaetophobia = ngeri dengan rambut
10. Chronomentrophobia = takut dengan jam
11. Cibophobia = takut dengan makanan
12. Geliophobia = seram mendengar tertawa
13. Graphophobia = takut melihat tulisan
14. heliophobia = takut matahari
15. Lachanophobia = takut makan sayuran
16. Melophobia = Takut mendengar musik
17. Ommetaphobia = takut melihat mata
18. apyrophobia = takut dengan kertas
19. Peladophobia = takut melihat orang botak
20. Pluviophobia = takut dengan hujan
21. Pogonophobia = takut dengan jenggot
22. Scolionophobia = takut pergi ke sekolah
23. Soceraphobia - takut dengan mertua
24. Triskadekaphobia = takut dengan angka 13
25. Vestiphobia = tidak mau pakai baju

Cara mengatasi Phobia Spesifik

Cara mengatasi Phobia Spesifik Pada Balita

Phobia berasal dari kata Phobi yang artinya ketakutan atau kecemasan yan berlebihan yang bersifat tidak rasional yang dialami oleh seseorang. Phobia merupakan suatu gangguan yang ditandai oleh ketakutan / kecemasan yang menetap dan tidak rasional terhadap suatu obyek atau situasi tertentu . Phobia dapat dikelompokkan secara garis besar dalam 3 bagian yaitu :

1. PHOBIA SPESIFIK [ Phobia biasa ]
Phobia terhadap suatu obyek tertentu seperti pada binatang, tempat terutup,keadaan tertentu dan lain lain
2. PHOBIA SOSIAL
Perasaan takut terhadap pemaparan social , seperti takut menjadi pusat perhatian , orang orang seperti ini biasanya akan menghidari keramaian
3. PHOBIA KOMPLEC
Perasaan takut terhadap tempat atau situasi ramai dan terbuka , misalnya tempat umum mall rumah sakit, kendaraan umum dll , pada keadaan yang lebih berat orang ini takut untuk keluar rumah.

Trik Jitu mengatasi PHOBIA SPESIFIK pada Balita

• Phobia Pada Orang asing
Pada usia 8-9 bulan sifat ini kan muncul pada orang yang belum dikenalnya ini normal karena anak sudah mengerti /mengenal orang tuanya , ia sudah sadar mana orang tuanya dan mana orang lain
Cara mengatasi :
masalah tersebut apabila keadaan ini berlanjut sampai usia balita , seharusnya pada usia tersebut sudah beangsur hilang karena ia sudah berexplorasi . hal ini karena pengaruh kerap kali orang tua menakut nakuti sehingga anak seperti itu . untuk mengatasinya , berikanlah informasi perlunya bersosial, jangan banyak menakut nakuti, seperti awas jangan jangan dekat dengan orang yang belum kamu kenal nanti diculik lho…. Memang boleh orang tua menasehati anak untuk berhati hati bersikap waspada pada orang asing , tetapi sewajarnya saja bukan dengan cara menakut nakutinya.

• Phobia Gelap.
Keadan dimana Balita sangat ketakutan sekali apabila lampu mati secara tiba-tiba atau berada pada tempat gelap keadaan ini akan menimbulkan balita akan menjerit jerit keluar keringat dingin dll.
Cara mengatasinya :
Saat tidur malam jangan biarkan kamar dalam keadaan gelap gulita , biarkan lampu tidur redup tetap menyala, biarkan boneka atau benda kesayangannya tetap menemaninya seolah bertindak sebagai penjaga.

• Phobia Dokter.
Hal ini mungkin balita pernah mengalami hal tak mengenakkan dalm dirinya seperti disuntik.belum lagi kalu orang tua mengancam kalau anak dianggap nakal “ nanti disuntik bu dokter “
Cara mengatasinya :
Izinkan anak membawah mainannya saat ia datang ke dokter sehinggah ia merasa aman dan nyaman , menyediakan mainan dokter-dokteran dan boneka sebagai pasiennya secara berkala ajak anak ke dokter gigi untuk kesehatan giginya sehingga anak dapat manfaat informasi tentang kesehatan . dengan diterapkannya metode tersebut lambat laun ketakutanya pada dokter akan berganti menjadi kekaguman.

• Phobia masuk sekolah
Bukan soal muda melepas balita masuk kesekolah sebab ia harus beradaptasi dengan lingkungannya yang baru.
Cara mengatasinya :
Dunia anak dunia bermain yang sangat indah baginya , oleh karena itu dlam proses mendidik anak harus dilakukan dengan cara bermain dengan santai dan akrab, jangan mendidik anak balita secara Formal karena itu bisa bertentangan dengan perkembangan prilakunya. Gurupun harus bisa menarik perhatian anak agar tidak terfokus pada ketiadaan pendampinggan / orang tuanya .

Phobia berasal dari kata Phobi yang artinya ketakutan atau kecemasan yan berlebihan yang bersifat tidak rasional yang dialami oleh seseorang. Phobia merupakan suatu gangguan yang ditandai oleh ketakutan / kecemasan yang menetap dan tidak rasional terhadap suatu obyek atau situasi tertentu . Phobia dapat dikelompokkan secara garis besar dalam 3 bagian yaitu :

1. PHOBIA SPESIFIK [ Phobia biasa ]
Phobia terhadap suatu obyek tertentu seperti pada binatang, tempat terutup,keadaan tertentu dan lain lain
2. PHOBIA SOSIAL
Perasaan takut terhadap pemaparan social , seperti takut menjadi pusat perhatian , orang orang seperti ini biasanya akan menghidari keramaian
3. PHOBIA KOMPLEC
Perasaan takut terhadap tempat atau situasi ramai dan terbuka , misalnya tempat umum mall rumah sakit, kendaraan umum dll , pada keadaan yang lebih berat orang ini takut untuk keluar rumah.

Trik Jitu mengatasi PHOBIA SPESIFIK pada Balita

• Phobia Pada Orang asing
Pada usia 8-9 bulan sifat ini kan muncul pada orang yang belum dikenalnya ini normal karena anak sudah mengerti /mengenal orang tuanya , ia sudah sadar mana orang tuanya dan mana orang lain
Cara mengatasi :
masalah tersebut apabila keadaan ini berlanjut sampai usia balita , seharusnya pada usia tersebut sudah beangsur hilang karena ia sudah berexplorasi . hal ini karena pengaruh kerap kali orang tua menakut nakuti sehingga anak seperti itu . untuk mengatasinya , berikanlah informasi perlunya bersosial, jangan banyak menakut nakuti, seperti awas jangan jangan dekat dengan orang yang belum kamu kenal nanti diculik lho…. Memang boleh orang tua menasehati anak untuk berhati hati bersikap waspada pada orang asing , tetapi sewajarnya saja bukan dengan cara menakut nakutinya.

• Phobia Gelap.
Keadan dimana Balita sangat ketakutan sekali apabila lampu mati secara tiba-tiba atau berada pada tempat gelap keadaan ini akan menimbulkan balita akan menjerit jerit keluar keringat dingin dll.
Cara mengatasinya :
Saat tidur malam jangan biarkan kamar dalam keadaan gelap gulita , biarkan lampu tidur redup tetap menyala, biarkan boneka atau benda kesayangannya tetap menemaninya seolah bertindak sebagai penjaga.

• Phobia Dokter.
Hal ini mungkin balita pernah mengalami hal tak mengenakkan dalm dirinya seperti disuntik.belum lagi kalu orang tua mengancam kalau anak dianggap nakal “ nanti disuntik bu dokter “
Cara mengatasinya :
Izinkan anak membawah mainannya saat ia datang ke dokter sehinggah ia merasa aman dan nyaman , menyediakan mainan dokter-dokteran dan boneka sebagai pasiennya secara berkala ajak anak ke dokter gigi untuk kesehatan giginya sehingga anak dapat manfaat informasi tentang kesehatan . dengan diterapkannya metode tersebut lambat laun ketakutanya pada dokter akan berganti menjadi kekaguman.

• Phobia masuk sekolah
Bukan soal muda melepas balita masuk kesekolah sebab ia harus beradaptasi dengan lingkungannya yang baru.
Cara mengatasinya :
Dunia anak dunia bermain yang sangat indah baginya , oleh karena itu dlam proses mendidik anak harus dilakukan dengan cara bermain dengan santai dan akrab, jangan mendidik anak balita secara Formal karena itu bisa bertentangan dengan perkembangan prilakunya. Gurupun harus bisa menarik perhatian anak agar tidak terfokus pada ketiadaan pendampinggan / orang tuanya .

PERASAAN CEMAS & PHOBIA PADA ANAK

PERASAAN CEMAS & PHOBIA PADA ANAK

Takut sangat bergantung terhadap sesuatu yang dihadapi anak. Rasa takut itu sangat berbeda dengan perasaan cemas, cemas dialami anak apabila menghadapi situasi atau orang-orang baru. Hal itu wajar karena merupakan situasi baru buat dia dan belum familiar. Tapi lama-kelamaan si anak akan terbiasa kalau sering bertemu atau berada di lingkungan baru tersebut.

Wajar ketika pertama kali bertemu, anak merasa takut. Tapi biasanya kalau sudah dua atau tiga kali bertemu si anak sudah berani menyapa \"Hai\" misalnya. Apa yang di paparkan di atas merupakan contoh rasa cemas yang dirasakan seorang anak, sedangkan rasa takut sifatnya lebih menetap berbeda dengan perasaan cemas yang sifatnya hanya sementara. Selain itu, takut lebih dikaitkan dengan suatu objek tertentu dan bukan orang.

Ada rasa takut yang bersifat alami, dan ada yang berbentuk karena didikan atau polah asuh yang tidak positif. Ada juga rasa takut yang sangat berlebihan , atau biasa disebut Phobia.

Umumnya, seorang anak takut terhadap ruangan gelap, ini merupakan fenomena wajar, karena seorang anak kaget dengan gelap dan dia tidak bisa ngapa-ngapain dalam situasi gelap. Dari ruangan yang terang kemudian menjadi gelap, itu merupakan perubahan yang membuat si anak merasa kaget. Rasa takut anak ada pula yang berbentuk karena didikan yang diterima anak sebagai contoh : Seorang anak takut terhadap cicak. Kadang-kadang seorang akan ditakuti-takuti oleh dengan cicak oleh pengasuhnya untuk tujuan tertentu. Misalnya supaya anaknya mau makan, atau cepat tidur. Padahal tanpa sadar pola asuh semacam itu justru berdampak negatif bagi perkembangan kejiwaan si anak. Dia menjadi takut terhadap obyek tersebut.

Takut yang berlebihan juga sering di derita anak itulah yang dinamakan Phobia, yaitu rasa takut yang berlebihan dan tidak sewajarnya. Biasanya anak-anak balita (di bawah usia 5 tahun) jarang ada yang Phobia. Sebab Phobia pada umumnya terjadi pada anak yang sudah menginjak usia antara 7-8 tahun.

Phobia ada beberapa macam, misalnya ada Phobia terhadap ketinggian atau Phobia terhadap warna merah. Ketakutan yang dirasakan anak bisa membuat si anak gemeteran sekali saking takutnya, selain gemeteran bisa saja si anak menjadi berkeringat, sebagai perwujudan rasa takutnya.

Phobia terjadi lantaran ada pengalaman yang membuat si anak takut terhadap obyek tertentu. Pengalaman tersebut sangat tidak mengenakan baginya. Misalnya rasa takut terhadap ruangan tertutup (Claustropobia). Biasanya si anak punya pengalaman yang membuat ia takut terhadap ruangan tertutup contohnya seorang akan sedang naik lift sendirian, tiba-tiba liftnya macet. Akhirnya pengalaman ini sangat membekas pada dirinya, dan si anak akan menjadi takut mengalami hal yang sama. Biasanya harus ada pengalaman seorang anak tidak bisa tiba-tiba menjadi Phobia. Suatu contoh Phobia lagi misalnya seorang anak ketakutan terhadap kucing. Si anak bukan hanya melihat kucing menjadi takut. Tapi lebih dari itu baru melihat gambar berwujud kucing saja dia menjadi sangat ketakutan.

Setelah di gali tentang pengalamannya, ternyata si anak tadi mengaku pernah punya pengalaman di cakar kucing. Karena merasa sangat sakit di cakar kucing, membuat dia kemudian hari menjadi takut terhadap kucing (pengalaman yang merupakan suatu trauma, yaitu yang disebut trauma Capitis).

Seorang anak yang menderita Phobia harus mendapatkan dukungan penyembahan dari lingkungan keluarga di rumah.

Hal yang perlu di perhatikan orang tua supaya seorang anak tidak merasa cemas di situasi sosial. Caranya, orang tua bisa memperkenalkan si anak kepada berbagai situasi sosial dan lingkungan.

Ajarkan anak belajar menyapa orang lain dengan ramah, dan jangan lupa dasar pendidikan yang sedang digalakkan sekarang ini, yakni menumbuhkan rasa percaya diri pada anak. Contohnya berbagai sekolah TK belakangan ini raj in menggelar pentas-pentas kesenian. Tujuannya adalah untuk meningkatkan rasa percaya diri pada anak sejak dini. Dampak lanjutannya, seorang anak menjadi PD diberbagai lingkungan sosial. Dia berani tampil di depan umum tanpa perasaan cemas atau canggung lagi.

fobia

Fobia adalah rasa ketakutan yang berlebihan pada sesuatu hal atau fenomena. Fobia bisa dikatakan dapat menghambat kehidupan orang yang mengidapnya. Bagi sebagian orang, perasaan takut seorang pengidap Fobia sulit dimengerti. Itu sebabnya, pengidap tersebut sering dijadikan bulan bulanan oleh teman sekitarnya. Ada perbedaan "bahasa" antara pengamat fobia dengan seorang pengidap fobia. Pengamat fobia menggunakan bahasa logika sementara seorang pengidap fobia biasanya menggunakan bahasa rasa. Bagi pengamat dirasa lucu jika seseorang berbadan besar, takut dengan hewan kecil seperti kecoak atau tikus. Sementara dibayangan mental seorang pengidap fobia subjek tersebut menjadi benda yang sangat besar, berwarna, sangat menjijikkan ataupun menakutkan.

Dalam keadaan normal setiap orang memiliki kemampuan mengendalikan rasa takut. Akan tetapi bila seseorang terpapar terus menerus dengan subjek Fobia, hal tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya fiksasi. Fiksasi adalah suatu keadaan dimana mental seseorang menjadi terkunci, yang disebabkan oleh ketidak-mampuan orang yang bersangkutan dalam mengendalikan perasaan takutnya. Penyebab lain terjadinya fiksasi dapat pula disebabkan oleh suatu keadaan yang sangat ekstrim seperti trauma bom, terjebak lift dan sebagainya.

Seseorang yang pertumbuhan mentalnya mengalami fiksasi akan memiliki kesulitan emosi (mental blocks) dikemudian harinya. Hal tersebut dikarenakan orang tersebut tidak memiliki saluran pelepasan emosi (katarsis) yang tepat. Setiap kali orang tersebut berinteraksi dengan sumber Fobia secara otomatis akan merasa cemas dan agar "nyaman" maka cara yang paling mudah dan cepat adalah dengan cara "mundur kembali"/regresi kepada keadaan fiksasi. Kecemasan yang tidak diatasi seawal mungkin berpotensi menimbulkan akumulasi emosi negatif yang secara terus menerus ditekan kembali ke bawah sadar (represi). Pola respon negatif tersebut dapat berkembang terhadap subjek subjek fobia lainnya dan intensitasnya semakin meningkat. Walaupun terlihat sepele, “pola” respon tersebut akan dipakai terus menerus untuk merespon masalah lainnya. Itu sebabnya seseorang penderita fobia menjadi semakin rentan dan semakin tidak produktif. Fobia merupakan salah satu dari jenis jenis hambatan sukses lainnya.

Beberapa istilah sehubungan dengan fobia :

* afrophobia — ketakutan akan orang Afrika atau budaya Afrika.
* agoraphobia - takut pada lapangan
* antlophobia — takut akan banjir.
* bibliophobia - takut pada buku
* caucasophobia — ketakutan akan orang dari ras kaukasus.
* cenophobia — takut akan ruangan yang kosong.
* dendrophobia - takut pada pohon
* ecclesiophobia - takut pada gereja
* felinophobia - takut akan kucing
* genuphobia - takut akan lutut
* hydrophobia — ketakutan akan air.
* hyperphobia - takut akan ketinggian
* iatrophobia - takut akan dokter
* japanophobia - ketakutan akan orang jepang
* lygopobia - ketakutan akan kegelapan
* necrophobia - takut akan kematian
* panophobia - takut akan segalanya
* photophobia — ketakutan akan cahaya.
* ranidaphobia - takut pada katak
* schlionophobia - takut pada sekolah
* uranophobia - ketakutan akan surga
* venustraphobia - takut pada perempuan yang cantik
* xanthophobia - ketakutan pada warna kuning
* arachnophobia - ketakutan pada laba-laba
* lachanophobia - ketakutan pada sayur-sayuran