Kamis, 03 Juni 2010

Kesulitan Belajar = Disleksia

Kesulitan Belajar = Disleksia

Disleksia biasanya ditunjukkan dengan kesulitan seorang anak terutama saat mengenal huruf, mengenal angka, membaca, menulis, mengeja yang disertai keluhan gangguan konsentrasi serta mudah lupa. SAAT anak memasuki jenjang sekolah dasar merupakan salah satu momen istimewa bagi anak itu sendiri juga orang tuanya. Sistem belajar yang sudah mulai "serius" membawa kita pada nuansa berbeda saat anak lepas dari taman kanak-ka- nak dan memasuki dunia barunya di sekolah dasar.

Seiring dengan itu, sebagian orang tua dan guru mendapatkan beberapa masalah terjadi pada anak muridnya, baik itu masalah interaksi sosial maupun kemandirian. Anak ma- sih mengalami periode transisi dari keadaan di taman kanak-kanak yang banyak didampingi, ke sekolah dasar yang lebih mandiri. Masalah kesulitan belajar pun sering dialami anak-anak. Sejauh mana kesulitan belajar pada anak-anak harus kita cermati dan bagaimana intervensinya agar ndak menimbulkan masalah yang lebih besar kelak? Apakah ini yang disebut sebagai dys-lexia atau kesulitan belajar spesifik? Mari kita simak penjabaran di bawah ini.

Tak sama Istilah "kesulitan belajar" secara umum diterapkan pada keadaan ketika kesulitan belajar yang ditemui disandang oleh individu yang memang mengalami gangguan neurolo-gis/gangguan perkembangan seperti autis, tunagrahita, down syndrome, gangguan dengan berat, gangguan penglihatan berat, cerebral palsy, dan sindrom-sindrom lainnya.

Kesulitan belajar terjadi pada individu dengan tingkat intelegensi yang memang di bawah rata-rata sehingga sesungguhnya kesulitan tersebut merupakan hal yang "wajar" dan sudah dapat diprediksikan sebelumnya. Anak-anak yang tergolong mengalami kesulitan belajar sebaiknya dicermati dengan saksama dan dicari gangguan perkembangan yang mendasarinya serta perlu dipastikan tingkat kognisi-nya agar kita dapat menentukan kurikulum pendidikan yang pas untuknya.

Terminologi lain yang sering tertu-kar pengertiannya dengan "kesulitan belajar" adalah "kesulitan belajar spesifik" atau dikenal sebagai dyslexia. Dyslexia berasal dari bahasa Greek yaitu dys berarti kesulitan dan lexis yang berarti bahasa. Dengan demikian, dyslexia bermakna sebagai kesulitan belajar spesifik berupa kesulitan membaca, mengeja, dan menulis yang tidak sebandingdengan tingkat intelegensi anak. Disleksia justru terjadi pada anak yang mempunyai riwayat perkembangan normal dan tingkat kecerdasan yang normal, bahkan di atas rata-rata.

Disleksia terjadi karena adanya perbedaan cara pengolahan input baha-sa/simbol pada otak penyandang disleksia dibandingkan dengan otak anak yang bukan penyandang disleksia. Hal ini berakibat individu penyandang disleksia melakukan proses pembelajaran yang berbeda dari individu lainnya yang tidak disleksia.

Penelitian terkini membuktikan bahwa disleksia merupakan suatu keradaan yang diturunkan (bersifat here-diter) dan terdapat faktor gen tertentu yang bertanggungjawab atas terjadinya keadaan ini. Disleksia biasanya ditunjukkan dengan kesulitan seorang anak terutama saat mengenal huruf, mengenal angka, membaca, menulis, mengeja yang disertai keluhan gangguan konsentrasi serta mudah lupa. Anak juga kerap menunjukkan sikap tidak bisa duduk tenang saat mengikuti pelajaran, duduk selonjoran atau bertumpu pada tangan, grasa-grusu sehingga menjatuhkan pensil atau buku yang ada di mejanya.

Disleksia tidak diakibatkan karena suatu kebodohan dan tidak disebabkan oleh latar belakang sosial ekonomi keluarga yang buruk atau oleh paparan membaca yang kurang ataupun karena anak kurang motivasi belajar. Penyandang disleksia juga biasanya mempunyai talenta khusus yang istimewa di bidang-bidang tertentu. Individu de-
wasa penyandang disleksia yang dikenal luas berprestasi gemilang di antaranya adalah Leonardo da Vinci, Albert Einstein, Thomas Alfa Edison, dan mantan PM Singapura Mr. Lee Kwan Yew.

Remediasi

Penyandang disleksia membutuhkan remediasi intensif pada aspek baca tulis hitung yang menjadi area "kelemahannya" dengan teknik multisensoris. Artinya, dalam proses belajar dibantu dengan dukungan visual (gambar), au-ditori (suara, lagu), dan kinestetik (gerakan, tekstur). Selain itu, sekolah dapat melakukan berbagai akomodasi seperti memberikan kertas kerja yang ukuran hurufhya lebih.besar dan jarak antarbarisnya lebih jarang. Anak-anak ini juga mungkin perlu didampingi saat menerima instruksi verbal karena sering salah menyimak sehingga salah mengerjakan instruksi. Pada beberapa keadaan, guru dapat mengubah tes tulis menjadi tes lisan atau menambah waktu yang dibutuhkan pada ujian tulis yang diberikan.

Penelitian terkini membuktikan, penyandang disleksia dapat "mengatasi" kesulitan belajarnya dengan lebih baik jika kesulitan belajar ini dikenali dan diintervensi lebih dini. Artinya, para guru dan orang tua serta profesional terkait (dokter anak, psikolog, ortho-pedagog, dll.) membutuhkan keterampilan tambahan untuk dapat mengenali disleksia secara dini dan melakukan intervensi yang komprehensif bagi mereka, bahkan di usia sebelum memasuki sekolah dasar. (Dr. Kristiantini Dewi, SpA., Indigrow, Asosiasi Disleksia Indonesia)

http://bataviase.co.id/node/155495

Tidak ada komentar:

Posting Komentar