Kamis, 03 Juni 2010

Asperger, Sumber Anak Sulit Sosialisasi

Asperger, Sumber Anak Sulit Sosialisasi



Ditulis Oleh Administrator
Monday, 30 June 2008
KINI varian autisme semakin banyak diketahui. Salah satunya,sindrom asperger dengan gejala tidak mampu berkomunikasi efektif dan minimnya kemampuan koordinasi.
Angka penderita autisme di seluruh dunia terus meningkat, termasuk di Indonesia. Sayangnya, belum ada data yang menunjukkan berapa persis angka kejadian penderita autisme di Indonesia.

Tidak hanya penderitanya yang bertambah, kini varian autisme juga semakin banyak diketahui. Sindrom asperger merupakan salah satu varian autisme yang lebih ringan dibandingkan kasus autisme klasik. Gangguan asperger berasal dari nama Hans Asperger, seorang dokter spesialis anak asal Kota Wina,Austria.

Pada tahun 1940, Asperger ialah orang pertama yang menggambarkan pola perilaku khusus pada pasien-pasiennya, terutama pasien laki-laki. Asperger memperhatikan bahwa meskipun anak lakilaki ini memiliki tingkat inteligensia yang normal serta kemampuan bahasa yang baik, namun mereka memiliki kekurangan dalam kemampuan bersosialisasi.

Umumnya mereka tidak mampu berkomunikasi secara efektif serta kemampuan koordinasi yang kurang baik. Menurut Susan B Stine, MD, Clinical Assistant Professor of Pediatrics Jefferson Medical College Philadelphia, karakter dari anakanak yang mengalami sindrom asperger ialah kurangnya kemampuan berinteraksi sosial, pola bicara yang tidak biasa, dan tingkah laku khusus lainnya.

Kemudian, anak-anak dengan sindrom asperger biasanya sangat sulit untuk menampilkan ekspresi di wajahnya serta sulit untuk membaca bahasa tubuh orang lain. Mereka kemungkinan juga merasa nyaman dengan rutinitas tertentu yang harus dilakukan setiap hari serta sensitif terhadap stimulasi sensori tertentu.Misalnya,mereka akan terganggu oleh nyala lampu redup yang mungkin tidak diperhatikan oleh orang lain.

”Bisa saja mereka menutup kuping agar tidak dapat mendengarkan suara di sekitarnya atau mereka mungkin lebih memilih pakaian dari bahan-bahan tertentu saja,”jelas Stine. Selain itu, terangnya, ciri dari anak yang mengalami sindrom asperger adalah terlambatnya kemampuan motorik, ceroboh, minat yang terbatas dan perhatian berlebihan terhadap kegiatan tertentu.

Menurut Dokter Spesialis Anak konsultan Neurologi,dr Hardiono D Pusponegoro, Sp A(K),sindroma asperger adalah gangguan perkembangan dengan gejala berupa gangguan dalam bersosialisasi,sulit menerima perubahan, suka melakukan hal yang sama berulang-ulang, serta terobsesi dan sibuk sendiri dengan aktivitas yang menarik perhatian.

“Umumnya,tingkat kecerdasan si kecil baik atau bahkan lebih tinggi dari anak normal. Selain itu, biasanya ia tidak mengalami keterlambatan bicara,”kata Hardiono. Sekilas terlihat, anak dengan sindrom asperger tidak berbeda dengan anak yang pintar dan kreatif. Hanya saja, anak tersebut biasanya memiliki satu minat tertentu saja untuk dikerjakannya.

Secara keseluruhan,anakanak yang mengalami gangguan sindrom asperger mampu melakukan kegiatan sehari- hari,namun terlihat sebagai pribadi yang kurang bersosialisasi sehingga sering dinilai sebagai pribadi eksentrik oleh orang lain. Menurut Stine, jika penderita sindrom asperger beranjak dewasa, biasanya mereka akan merasa kesulitan untuk mengungkapkan empati kepada orang lain serta tetap kesulitan untuk berinteraksi dengan orang lain.

“Para ahli mengatakan bahwa penderita sindrom asperger biasanya akan menetap seumur hidup.Namun,gejala tersebut dapat dikurangi dan diperbaiki dalam kurun waktu tertentu. Deteksi dini sindrom asperger akan sangat membantu,”pungkasnya.

Takut terhadap Keramaian

GANGGUAN sindrom asperger pada umumnya akan terus mengikuti perkembangan usia seseorang. Meski tidak membahayakan jiwa, gangguan itu bisa membuat anak takut berada di keramaian dan membuat anak depresi.

Ciri yang menonjol pada anak asperger adalah mereka tidak bisa membaca kode-kode atau ekspresi wajah seseorang. Karena ketidakmampuannya itu, anak asperger dijauhi teman-temannya.

“Biasanya mereka jadi anak yang antisosial, sulit berinteraksi dengan orang lain,” kata Dokter Spesialis Anak konsultan Neurologi, dr Hardiono D Pusponegoro, Sp A(K). Ketika anak asperger tidak mempunyai teman, lalu tidak tahu harus bersikap bagaimana untuk menghadapi sebuah situasi, dia akan merasa putus asa dan akhirnya depresi.

Sesuai dengan perkembangan otak, kalau kelainan itu diketahui lebih dini, maka bisa distimulasi atau diberi obat agar berkembang ke arah yang baik. Namun, kalau sudah terlambat deteksinya, yaitu sudah berusia lima atau enam tahun, maka sulit penanganannya karena perkembangan otak sudah berhenti.

Pada umur lima tahun, bagian otak yang disebut sinaps––sambungan antarsaraf di mana bahan kimia serotonin bekerja––akan berhenti. Kini teknik-teknik terapi sudah jauh lebih maju dan fasilitas sudah banyak. Hardiono menuturkan bahwa salah satu terapi yang bisa dilakukan adalah dengan mengajak si anak bermain. Stimulasi ini diketahui memperbaiki sinaps dan meningkatkan kadar serotonin.

Menurut Hardiono, anak asperger masih bisa diterapi, terutama dalam hal kemampuan bersosialisasi. Pasalnya, kemampuan mereka bersosialisasi sangat kurang. “Cara terapi yang paling baik adalah mengajarkan anak bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Terapi dalam bentuk peer group akan lebih baik lagi,” paparnya.

Kemampuan anak asperger biasanya memiliki kecerdasan yang tinggi, maka orangtua akan dengan mudah mengajarkan emosi sosial. Misalnya, mengajarkan bagaimana harus bersikap jika menghadapi situasi tertentu. R Kaan Ozbayrak,MD, Assistant Professor of Psychiatry University of Massachusetts Medical School menambahkan, beberapa hal lain dapat dilakukan untuk membantu anak-anak penderita sindrom asperger.

Terapi atau pengobatan yang dilakukan juga harus disesuaikan. Secara umum, Ozbayrak mengatakan, anak-anak penderita sindrom asperger akan banyak terbantu oleh orangtua yang memahami dan mampu membantunya. Kemudian, mereka juga membutuhkan pendidikan yang diperuntukkan khusus bagi kebutuhannya. Selain itu, anak memerlukan latihan kemampuan untuk bersosialisasi serta terapi wicara.

’’Terapi sensori integrasi juga dapat berguna bagi anak-anak yang masih kecil untuk meminimalisasi kondisinya yang terlalu sensitif. Sementara itu, untuk anak-anak yang lebih tua dapat mendapatkan terapi kognitif atau psikoterapi,” papar Ozbayrak./sindo
Pemutakhiran Terakhir ( Monday, 30 June 2008 )

Administrator.2008 Asperger, Sumber Anak Sulit Sosialisasi.http://cpddokter.com/home/index.php?option=com_content&task=view&id=411&Itemid=2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar