Kamis, 03 Juni 2010

Disleksia 1

Anak dengan Disleksia memiliki problem pada saat belajar membaca, mengingat kembali apa yang telah dibaca, mengeja, dan mengungkapkan apa yang dipikirkannya. Mereka tampak seperti anak-anak TK pada umumnya sehingga kondisi ini sering tidak cepat terdiagnosis. Anak disleksia yang disekolahkan disekolahan umum biasanya menjadi frustasi, frustasi bagi dirinya dan orang tuanya.

Suatu gejala dikatakan disleksia bila anak tersebut membaca kata tampak terbalik-balik, misalnya "cat" tampak seperti "tac". Walaupun masalah seperti ini sudah dimasukkan kedalam disleksia, namun hal ini tidak dapat dianggap ringan, karena berhubungan dengan gangguan keterbelakangan mengartikan kata atau kalimat. Disleksia ditandai dengan sulitnya menghubungkan antara kata, kalimat dan suara.

Ketika anak-anak belajar membaca, mereka akan belajar menghubungkan kata perkata (proses decoding), sehingga dapat terbentuk suatu surat, dan mereka belajar mendengarkan atau mengartikan setiap surat yang dibuat. Bagi anak disleksia, proses decoding menjadi tantangan. Mereka sulit membedakan beberapa suara seperti "p" dan "b", atau ketika mereka melihat suatu surat, yang mereka lihat adalah jarak tiap-tiap huruf menjadi kacau, misalnya:

Huru fyan gdibacam enja dika cau

Penyebab spesifik disleksia tidak diketahui. Kira-kira 14 area diotak berfungsi saat membaca. Ketidak mampuan belajar pada disleksia ini disebabkan karena terdapat gangguan diarea otaknya. Pesan yang terkirim masuk ke otak tampaknya berubah menjadi tidak beraturan dan kacau. Orang dengan disleksia dapat mendengar dan melihat dengan baik, namun apa yang meereka dengar dan lihat tampaknya berbeda dengan apa yang dilihat dan didengar oleh orang kebanyakan. Kesalahan yang disebabkan disleksia sudah terjadi saat mereka dilahirkan dan faktor hereditas sangat mempengaruhi. Kira-kira 5-10% anak usia sekolah memiliki gangguan belajar.

Tipe disleksia adalah, terdapat 'gap' antara IQ dan prestasi disekolah. 'Gap' ini bukan karena mereka tuli, buta, kurang bimbingan disekolah, kurang diberi rangsangan dirumah atau faktor emosional. Sering kali anak tersebut dapat berpikir kreatif dan abstrak dengan hasil yang sangat baik, namun kemampuan dasar membaca dan mengejanya yang lemah. Diskalkulia atau bermasalah dengan kemampuan berhitung bisa juga terjadi.

Anak dengan disleksia yang disekolahkan bersama dengan anak-anak normal, akan membuat mereka merasa "bodoh" sebab mereka tidak dapat keluar dari permasalahan itu. Selanjutnya mereka gagal naik kelas, menutup diri dan frustasi. Para pendidik ditekankan untuk mengidentifikasi ketidakmampuan belajar sedini mungkin, sehingga anak dapat diberikan pendidikan alternatif dan dapat menjadi anak yang berprestasi pula disekolahnya.

Diagnosis disleksia

Sekolah, psikolog, atau rumah sakit sering melakukan tes bagi anak-anak dengan intelegensia normal namun tidak dapat mengerjakan pekerjaan sekolah dengan baik sesuai prediksi standard tes intelegensia. Hasil tes seluruhnya menunjukkan ketidakmampuan cognitive, linguistic, sosial/emosional dan tes akademik. Sekali diagnosis tegakkan, terapi langsung harus direncanakan sehingga tidak menjadi parah.

Beruntung, banyak anak-anak dengan disleksia dapat belajar dan diijinkan masuk di kelas reguler. Namun harus mendapatkan lingkungan yang baik dan mendukung, menyediakan pengajar yang mengerti dan ahli.

Yang harus diberikan kepada anak dengan disleksia saat belajar adalah, mereka harus diberi audiotaping saat belajar atau lembaran text, menggunakan flashcard atau kartu pengingat untuk mampelajari sesuatu yang baru, selalu tempatkan anak tersebut posisi depan bila dikelas sehingga pengajar dapat memantau dengan baik dan menggunakan komputer untuk mengeja dan memeriksa tata bahasanya.

http://www.kalbe.co.id/index.php?mn=news&tipe=detail&detail=17876

Tidak ada komentar:

Posting Komentar